PajeroSport Dengan Warna Quartz White Pearl Lebih Mahal 3 Juta, Kenapa? Posted on July 13, 2017 by ModifEOM 0 Comments0. Kini di Indonesia telah ada tiga jenis Pajero Sport dai Mitsubishi yang mengalami proses pembuatan secara lokal. Ketiga produk tersebut antara lain adalah Pajero Sport Dakar Ultimate 4×2 yang jUAjEq. Hypebeast style masih sering dibicarakan hingga saat ini. Karena adanya street style, sportswear, athleisure, dan segalanya yang berbau “streetwear” atau “sporty” membuat tren hypebeast muncul. Gaya ini semakin trendi karena banyaknya brand hypebeast apalagi ditambah dengan gaya para artis yang menerapkan tren ini. Walaupun kebanyakan streetwear brand berasal dari luar negeri, ada juga local brand yang sudah dimuat di website Hypebeast lho. Tren hypebeast style adalah bentuk ekspresi diri anak muda melalui sebuah gaya personal. Mau tampil hype seperti anak zaman sekarang? Ketahui terlebih dahulu 17 items dan hypebeast brands terbaik ini untuk menciptakan hypebeast style. Apa itu hypebeast style? Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Unsplash Sebelum masuk pada daftar brand dan item hypebeast style, kamu perlu mengetahui sejarah dari hypebeast itu sendiri. Definisi hype adalah sebuah tren kekinian yang dibicarakan banyak orang. Sedangkan beast mungkin bisa disebut dengan monster atau sifat fanatik. Jadi arti hypebeast adalah kebiasaan fanatik yang berlebihan terhadap suatu tren yang kekinian. Hypebeast atau hype beast dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mengikuti tren terkini atau seseorang yang memakai apa yang sedang "hype" kekinian tidak mungkin juga. Hypebeast juga disebut dengan seseorang biasanya pria yang mengumpulkan pakaian, sepatu, dan aksesori untuk tujuan mengesankan orang lain. Pada mulanya, hypebeast dibuat sebagai wadah online untuk busana dan streetwear pria kontemporer. Berfokus pada perkembangan mode dan menyajikan inspirasi secara visual, membuat hypebeast menjadi satu-satunya komunitas anak muda yang menyukai dunia streetwear. Hypebeast seakan menjadi sebuah platform di mana berbagai brand juga terinspirasi untuk mengeluarkan produknya yang relevan dengan aspek urban terkini. Seperti memasukkan budaya seni, musik, desain, hingga gaya hidup yang dituangkan dalam sebuah fashion item berbau street style. Industri ini semakin berkembang, sehingga anak muda zaman sekarang menyebut street style menjadi hypebeast style. Langsung saja yuk! Daftar brand dan fashion item hypebeast yang paling hits di dunia 1. BAPE Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto BAPE Didirikan di Ura-Harajuku, Tokyo, pada tahun 1993, A Bathing Ape atau BAPE dengan cepat dikenal sebagai streetwear brand dengan sentuhan Jepang. Pendiri Nigo nama asli Tomoaki Nagao adalah sosok kultus dibalik brand ini. Obsesinya pada sepatu kets, mainan, dan grafis tertuang pada tiap koleksinya. Tentu saja, BAPE paling dikenal karena cetakan camouflage yang cerah dan berwarna-warni. Serta hoodies hiu yang tepat di atas wajah pemakainya. Motif desain yang berani telah membuat merek ini populer dengan hypebeasts remaja di seluruh dunia. 2. Off White Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Off White Kita hidup di zaman ketika streetwear mengguncang para pria urban. Off-White adalah salah satu label yang membuat para remaja kecanduan barang yang ada kaitannya dengan 'streetwear'. Merek ini adalah gagasan Virgil Abloh, seorang perancang yang memiliki selera tinggi. Abloh sangat berpengaruh dalam dunia mode, tidak hanya untuk brand-nya sendiri, lebih dari 50 brand di dunia menyukai seleranya. Mulai dari Fendi, Nike, Adidas, hingga Louis Vuitton. 3. Supreme Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Supreme Kamu pasti tidak asing dengan brand yang memiliki logo merah yang memblokir kata Supreme’. Streetwear brand asal Amerika serikat ini didirikan oleh James Jebbia pada tahun 1994. Jebbia terinspirasi dari gaya khas berpakaian kaum muda urban Amerika yang sangat identik dengan skateboard, hip-hop, dan punk-rock. Daya tarik Supreme terletak pada strategi Jebbia yang mengeluarkan seri terbatas atas semua koleksinya. Tidak heran jika para anak muda rela antri dari pagi untuk mendapatkan koleksi terbatas dari Supreme. 4. StĂŒssy Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Stussy Jika Shawn Stussy belum menjelajahi bisnis t-shirt pada 1980, situasi mode streetwear saat ini akan menjadi dunia yang sangat berbeda. Setelah menciptakan tren dengan tee grafisnya, StĂŒssy adalah streetwear brand bercabang yang mewakili pakaian selancar dan skate. Hingga sekarang, StĂŒssy masih memengaruhi streetwear brand lain dengan tren logomania yang sangat mengakar dengan ciri khas streetwear brand. 5. Carhartt WIP Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Carhartt WIP Siapa yang mengira bahwa sebuah merek yang disiapkan untuk para pekerja kerah biru Amerika Utara pada 1800-an suatu hari akan bermutasi menjadi label streetwear? Carhartt WIP didirikan oleh Hamilton Carhartt di Detroit, Michigan. Merk fashion pria ini mulai memproduksi karya secara keseluruhan pada tahun 1889. Lalu pada tahun 1994 Carhartt menambah WIP sebagai branding terbarunya. 6. WTAPS Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto WTAPS Mungkin ini nama yang cukup sulit untuk diucapkan. Menurut Tetsu Nishiyama, WTAPS diucapkan 'double taps'. Label dari Jepang ini terdiri dari koleksi baggy cuts, military pattern, dan pakaian kerja dengan gaya utilitarian Jepang. Jadi, sudah terbayang kan bahwa koleksi WTAPS terdiri dari banyak hijau tentara, celana kargo, dan hoodies longgar, dengan gaya Ivy League. 7. A-Cold-Wall* Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto A-Cold-Wall* A-Cold-Wall* didirikan oleh Samuel Ross pada tahun 2015. Mungkin kamu berpikir brand ini berasal dari Amerika Serikat, namun label streetwear tidak hanya berasal dari Negeri Paman Sam saja. A-Cold-Wall* berasal dari UK dan lahir di Brixton. Merek ini menciptakan konsep figuratif yang terjadi pada kehidupan manusia sehari-hari. Ciri khas label ini terletak pada t-shirt logo yang dibuat oleh tangan, lho! Masing-masing logo ditempel sendiri oleh para perancang dan menjadi merek dengan popularitas tinggi dalam waktu yang cepat. 8. Elhaus Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Elhaus Brand lokal asal Jakarta yang dimiliki oleh dua anak muda, Elhaus ini telah berhasil memasuki ranah internasional sejak 2014. Bahkan media para sneakershead dan pecinta gaya jalanan seperti Hypebeast dan Highsnobiety juga memberikan respon positif terhadap label yang berfokus pada jeans ini. Brand hypebeast Indonesia yang telah berdiri lebih dari delapan tahun ini memang menjadi favorit para pecinta denim di Indonesia, bahkan di dunia internasional. Elhaus lahir dari INDIGO Denim Contest dan patut diacungi jempol karena koleksi pertamanya yang cukup mencuri perhatian dengan detail desain menarik. Salah satu koleksi yang menjadi perhatian adalah handmade leather patch dan leather raised belt-loop. Brand milik Eduardus Adityo dan Raven Navaro ini memilih denim sebagai identitas labelnya. Karena denim dan jeans bersifat abadi, Edo dan Raven menuangkan idealisme visualnya pada sebuah “jeans” dan lahirlah jeans yang dibuat langsung dengan tangan. 9. Kappa Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Kappa Kappa adalah sebuah merek pakaian olahraga Italia yang didirikan pada tahun 1916 di Turin, Italia. Awalnya brand olahraga ini memproduksi kaus kaki. Lalu, pada 1950-an, Kappa menjadi yang terdepan dalam produksi celana dalam dan kaus kaki di bawah perusahaan Maglificio Calzificio Torinese MCT. Era 90-an jadi masa kejayaan Kappa setelah kesuksesan yang disponsori mereka berhasil meraih trofi demi trofi. Contohnya Juventus yang meraih trofi Liga Champions yang kedua kali pada musim 1995/1996, lalu AC Milan meraih trofi yang sama pada musim 1989/1990. Tren retro fashion dan sportswear membangkitkan Kappa sekaligus membuatnya “naik kelas”. Track pants dan track suit Kappa yang paling diminati adalah model dengan striped di bagian samping celana. 10. Ellesse Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Ellesse Perusahaan apparel olahraga ini lahir di Italia pada tahun 1959. Era 70-an hingga 90-an adalah masa kejayaan brand ini. Kembalinya Ellesse ditandai pada 2010, dengan campaign “Heritage Collection”. Target market mereka kini bukan hanya para penikmat olahraga, tapi juga penikmat fashion. Tren retro sportswear yang booming membantu mereka untuk menancapkan bendera di dunia fashion. Koleksi Ellesse yang berwarna putih selalu menjadi favorit para penggemar streetwear. 11. Champion Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Champion Pada era 90-an di Amerika Serikat sulit sekali mencari sweater Champion. Bukan karena langka, tapi karena brand ini memang laku keras pada masa itu. Di zaman keemasan tersebut, hampir semua orang mengenakan sportswear ini. Mulai dari anak sekolah, skaters, hingga para pecinta punk, dan hardcore begitu menyukai Champion. Sekarang Champion menjadi salah satu brand tua yang kembali trendi pada masa ini. Keberhasilan atas kolaborasinya bersama Supreme, Undefeated, dan brand streetwear lainnya membuat Champion meraih puncaknya kembali. 12. Hoodie Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Adidas Hoodie menjadi fashion item yang paling lekat dengan dunia hypebeast. Apalagi oversized hoodie! Tidak bisa dipungkiri, hoodie hypebeast adalah salah satu pakaian pria yang paling nyaman untuk digunakan. Beruntung bagi kamu yang suka memakai luaran tersebut karena hoodie termasuk dalam tren street style untuk pria dalam beberapa tahun belakangan hingga sekarang. Alasan mengapa hoodie masuk ke dalam daftar ini karena tren gaya sportswear tidak pernah surut. 13. Sneakers Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Shutterstock Sneakers merupakan pusat dunia hypebeast! Para pencinta streetwear pasti setidaknya mempunyai sepasang sepatu dari berbagai brand seperti Nike, Puma, Adidas, Yeezy, Fila dan sports brands lainnya. Harga semua sepatu tersebut memang selangit, tetapi bagi para monster’, sneakers seakan menjadi pasangan hidupnya dan sepadan dengan uang yang mereka keluarkan. 14. Atasan oversized Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Shutterstock Mungkin sebagian pria merasa malu ketika memakai baju kebesaran. Namun di dunia streetwear, banyak brand yang berlomba mengeluarkan koleksi t-shirt, hoodie, sweater, hingga kemeja dengan model oversized. Baju kebesaran ini memang sedang menjadi primadona di dunia fashion dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, sekarang ini banyak band yang mengeluarkan merchandise t-shirt dengan model oversized. Baca Juga Cross-body Bag, Pilihan Tas Trendi untuk Para Pria 15. Desain grafis di pakaian denim Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Gucci Adanya detail tambahan desain grafis pada pakaian denim membuatnya lebih modern dengan sentuhan kontemporer. Desain grafis seperti motif atau patches yang digunakan pada pakaian denim tersebut dinilai terlalu basic. Dengan pengaruh hypebeast, jaket denim lebih terlihat artistik. 16. Bahan transparan pada pakaian Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Off White Tren yang satu ini kemungkinan besar sudah kamu lihat sebelumnya. Saat ini tren yang sedang jadi primadona di ranah streetwear adalah pakaian yang menggunakan bahan bening atau transparan. Tren ini sendiri digunakan pada berbagai label kenamaan Yeezy milik Kanye West sampai luxury streetwear Off-White. Baca Juga Bukti Era 90-an Kembali Lagi, Cek 5 Cara Memakai Tas Pinggang untuk Pria Ini Awalnya bahan ini sempat dinilai murah’ dan jauh dari kata gaya untuk digunakan. Namun, saat ini sudah dapat dengan mudah ditemukan aneka pakaian yang menggunakan bahan transparan. 17. Aksesori topi Fashion item dan brand terbaik untuk hypebeast style. Foto Unsplash Pakaian dasar sudah disebutkan sebelumnya, sekarang waktunya untuk memilih aksesori. Dibanding memilih baseball cap yang memiliki struktur, kamu bisa pilih model dad hat yang bentuknya tidak jauh berbeda. Topi yang satu ini memiliki ciri khas bingkai bagian depan yang lebih lunak dibanding model lainnya. Selain itu kamu juga bisa pilih bucket hat yang hits banget! Topi dan sneakers memang wajib dipakai bersamaan ketika berbicara soal hypebeast fashion atau hypebeast outfit. Baca Juga 5 Model Sneakers Terbaik untuk Pria Keluaran 2018 yang Masih Diburu di 2019 Bagaimana, sudah terinspirasi untuk menciptakan hypebeast style baru di 2019? Factors like influence and importance play a part in a brand’s growth in the fashion industry. These factors are apparent in the Milan-based fashion brand Off White. The brand has over five million followers, and several celebrities wear their outfits. They also boast many collaborations with their items, which are mentioned several hundred thousand times on social media. Their products are also sold on the resale market for triple the original price. All these factors matter, but it doesn’t answer the question why is off white expensive?’ Keep reading to discover why but first, let’s dive into the history of this expensive fashion brand. Why is Off White Expensive – Tracing the Answers to the Brand HistoryTo better understand the brand and answer the question why is Off White expensive,’ it is essential to understand the man behind the Man Behind the BrandAfter studying the civil engineering program, Virgil Abloh graduated in 2002 from the University of Wisconsin-Madison. This same year, he met Kanye West and started designing his merchandise and album art. At the same time as working for Kanye, Abloh began to take a master’s degree in architecture, and he graduated in 2006. Kanye West and Virgil Abloh interned together at Fendi in 2009, where they were not allowed to do anything. However, they became closer friends until Abloh officially became Kanye’s creative director in 2010. This made Abloh a trendsetter because every rapper now has a creative director. His first significant product was the art direction for Kanye’s album with Jay-Z. Therefore, this project pulled him into a broader hip-hop coal circle. In 2012, he opened his Pyrex Vision boutique. It was the following year that Abloh founded Off-White. The design aesthetic for his brand was diagonal lines and iconography of American cities. Abloh passed away on November 28, 2021, after battling cancer for History and SuccessOff White was established in 2012, but its popularity didn’t just begin. The brand is only just reaching new heights in popularity, confounding curious fashion observers. The brand’s guiding principle is everything in quotes.’ This means that everything is ironic when it comes to this brand. Additionally, their recognizable design element is quotation example is a black dress by this brand that features the words little black dress on it in quotes. Off-white produces many clothes that you would recognize as high fashion. However, all their products are recognizable by the ostentatious price tags that come with them. The brand often releases $1000 sweatshirts, pricey phone cases, and several other items fuel the resale industry. When Supreme sold a brick for $2000, people recognized it was a joke. However, Off-White isn’t as it caters to the rich club kids of New York and Milan. Pop stars, rappers, and the high-fashion elite also wear this streetwear brand. The founder, Virgil Abloh is a leader and a prolific designer. He attributes Off-White’s success to a public that’s prime to support brands. The brand debuted its first womenswear at the Paris Fashion Week in 2014. This made the brand become a finalist for the LVMH brand. This nomination provided Abloh with an entrance into rooms with top designers and buyers, and they loved the Growth in the Fashion Industry In 2017, the brand partnered with Nike to redesign ten of their best-selling and classic products. The sneakers became quite popular and just as hard to purchase. Most of the available pairs ended up in the hands of celebrities, and soon, the resale price hovered over $1000. In 2018, he earned the title of artistic director of Louis Vuitton menswear. It was one of the most discussed topics throughout the year by top public figures in the fashion industry. Afterward, Off-White designed a Nike collection for Serena Williams. Over the years, there have been several collaborations with brands as their designer, including Hiroshi Fujiwara, for who he designed a money clip that looked like a credit card. Catering to young consumers, the brand continues to grow as streetwear demand understandable why Off-White would be susceptible to criticism; it is partly due to its fashion genre. People created luxury streetwear to restrict luxury fashion to the white elite. This notion contradicts the fashion segment’s democratic root. Furthermore, its high price point makes it inaccessible to most of the population. Although Abloh desired to put the skateboard style in a revered position, this hasn’t manifested itself in his customer base. Off-White customers are predominantly wealthy millennials and not everyday individuals. Why is Off-White Expensive?Understanding the brand doesn’t fully answer the question, why is off white expensive?’ Below are some of the reasons Off-White’s merchandise is expensive but continues to sell quite Has Strong Youth Appeal in FashionThis brand is arguably the hottest streetwear brand in the world. According to the fashion and e-commerce platform Lyst’s quarterly report, Off-White climbed 33 places in just a year. The brand also surpassed fashion houses like Gucci and Balenciaga for the first time. The brand isn’t a publicly-traded company. Therefore it’s hard to determine its revenue. Streetwear is today’s luxury, and it continues to promote the high-end fashion industry. Customers today are becoming younger, with Millennials and Gen Z taking over the fashion combination of wealth and accessibility is the reason behind Off-White’s creativity. The customers of this brand are sometimes 12 years old, and Abloh shares that that is the brand’s goal. The brand also benefits from trends like the rise of hip-hop as the dominant form of American music. He capitalizes on trends like this faster than other brands. Nobody understands the modern world better than Abloh, and he continually produces merchandise that shapes the younger generation. Implementing Stylistic Individuality in DesignsOne of the top answers to the question why is Off-White expensive’ is its stylistic individuality in designs. This approach of expression allows consumers to reflect their personalities through their outfits. Abloh understands that the fashion people wear the choices they make. Catering to the younger generation continually looking to define their identity, it’s vital to provide merchandise that presents who they are. Off-White successfully markets its products by delivering streetwear products that individualize its consumers. The brand shifts focus from perceptions to who you are and what you choose to stand for. Final thoughtsOff-White is a huge brand, which explains why the brand is such a big topic in the fashion industry. Some of the iconic pieces from the brand consist of Rihanna’s $1000 over-the-knee white leather booths that say for walking in quotation marks. However, Rihanna only wore these boots to stand on stage and perform a private concert. In addition, this luxury streetwear brand is famous for the eye-popping price tags found on its merchandise. Therefore, many people are consistently wondering why is Off-White expensive?’ This article provides insight into the brand’s history and its growth as a brand. It also offers answers as to why this brand produces such expensive merchandise. However, with many youth-craving fashion brands copying this brand today, it’s clear that this will remain a high-end streetwear brand for a long time. Akhir-akhir ini, kita dapat melihat fenomena HypeBeast yang merupakan sebuah gerakan mode busana yang tersebar luas di seluruh dunia dan bahkan menjadi identitas global. HypeBeast ditandai dengan pembelian barang-barang yang berasal dari "raksasa" atau perusahaan-perusahaan busana besar yang memiliki konsumen fanatik yang tersebar luas di seluruh dunia, salah satu nya "Off-White" dan ditandai dengan busana-busana yang bersifat kekinian, anak muda, dan "keren". Off-White didirikan di Italia oleh Virgil Abloh. Tulisan ini akan membahas konsumerisme Off-White dalam sudut pandang Consuming Dreams, Image, and Pleasure dari Featherstone. Peneliti berasumsi bahwa tanda dan citra merupakan manipulasi dari kapitalis, dan daripadanya membentuk hiperrealita. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 Nama Enrico William Bossi Hamonangan Marpaung Mata Kuliah Sosiologi Kebudayaan Consuming Dreams, Image, dan Pleasure Perayaan Konsumsi Produk Off-White Akhir-akhir ini, kita dapat melihat fenomena HypeBeast yang merupakan sebuah gerakan mode busana yang tersebar luas di seluruh dunia dan bahkan menjadi identitas global. HypeBeast ditandai dengan pembelian barang-barang yang berasal dari “raksasa” atau perusahaan-perusahaan busana besar yang memiliki konsumen fanatik yang tersebar luas di seluruh dunia, salah satu nya “Off-White” dan ditandai dengan busana-busana yang bersifat kekinian, anak muda, dan “keren”. Off-White didirikan di Italia oleh Virgil Abloh. Berikut gambaran produk-produk yang dijual Off-White Dari sini kita dapat melihat bahwasannya dalam perusahaan yang sama, namun Off-White memiliki barang yang sekiranya resmi dari Off-White pada gambar di kiri, diambil dari laman akun Instagram off___white dan barang yang dijual oleh penjual-penjual di Tokopedia di foto kanan. Terdapat perbedaan harga yang jauh, dimana pada foto kiri, kita dapat melihat bahwa produk Off-White yang resmi memiliki rentang harga hingga $1,315 kurang lebih dan pada foto yang kanan kita bisa melihat produk Off White yang dijual pada harga hingga Melihat hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa baik kelas middle to upper maupun middle to lower memiliki keinginan untuk dapat menggunakan produk Off-White karena produk tersebut dianggap memiliki nilai simbolik atas kekeranan, kekinian, dan anak muda. Peneliti berpendapat bahwa Off-White yang dijual dengan harga yang mahal dan resmi dari pihak Off-White seperti di foto kiri cenderung ditujukan untuk individu maupun kelompok yang berada pada kelas middle to upper, namun pada foto kanan yang menunjukkan Off-White yang murah, lebih ditujukan untuk kelas middle to lower, namun benda tersebut tidaklah berasal dari pihak Off-White yang resmi. 2 Hal tersebut menunjukkan bahwa disini pihak Off-White yang merupakan pihak kapitalis memiliki kecenderungan untuk memberikan nilai simbolis pada suatu produk. Hal ini tentunya menunjukkan adanya penjebaran yang lebih luas dari konsep taste yang dikemukakan oleh Bordieu yang dimana terdapat distinction antara kelas menengah keatas dan kelas bawah dalam mengonsumsi sesuatu yang terdiri dari legitimate taste yang cenderung ditunjukkan oleh high-brow atau kelas menengah atas, middle-brow taste yang merupakan gabungan dari karya seni major dan minor, serta popular taste yang dapat diterima oleh semua kalangan Bourdieu, 1996. Perspektif teoretik Consuming Dreams, Image, dan Pleasure berusaha untuk bergerak lebih luas dengan melihat bahwa setiap kelas sosial dapat dimungkinkan untuk mempunyai persepsi yang sama terhadap nilai simbolis yang dikonstruksikan oleh kapitalis. Peneliti akan menggunakan gagasan “dunia impian”, kelebihan excess, serta image of consumption Featherstone, 2007. Dalam “dunia impian”, konsumsi dikatakan sebagai upaya kapitalis dalam menyediakan tempat-tempat untuk mengonsumsi, dimana kapitalis juga mengkonstruksikan “mimpi-mimpi” yang dipenetrasi pada keinginan masyarakat, dimana masyarakat akan menjadi “senang dan terpuaskan” apabila dapat mengkonsumsi suatu barang, seperti halnya “perayaan” terhadap suatu estetika yang mungkin tidak begitu dibutuhkan, namun dilandaskan pada keinginan untuk memperoleh kesenangan dan diakui dalam hierarki. Lalu dalam kelebihan excess, menurut Bataille dalam istilah la part maudite, dijelaskan bahwa kelebihan terhadap suatu produk atau barang, disalurkan oleh kapitalis dalam konteks pertumbuhan ekonomi, dengan tujuan untuk memproduksi pertumbuhan tanpa akhir. Pertumbuhan tersebut juga diperlihatkan lewat bantuan media massa, dan dalam konteks masyarakat informasi, yaitu bantuan Internet, khususnya media sosial, yang mana produksi tersebut dilakukan secara terus menerus dan secara luas, tanpa akhir. Lalu dalam image of consumption, citra image dari konsumsi dibangun untuk menciptakan kesan mengenai prestige yang ditujukan pada konsumen yang tentunya berbeda-beda dalam segi kelas sosialnya, ditambah pula dengan disisipkannya nilai tanda atau sign pada suatu barang yang pada akhirnya sign tersebut membangun citra seseorang yang mengonsumsi produk tertentu. Disini kita dapat melihat bahwasannya hal tersbeut ditemukan pula pada gagasan Baudrillard perihal hiperrealita yang mana disini konsumsi tidak lagi hanya dipahami pada konteks relasi pemenuhan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier, melainkan dipahami lewat adanya kepuasan, kenikmatan, serta pengukuhan terhadap status sosial yang didasarkan pada tanda-tanda yang dapat mengkonstruksikan pengakuan dalam konteks kebudayan Featherstone, 2007. Selebihnya akan dijelaskan mengenai analisis terhadap gagasan-gagasan yang telah dijabarkan diatas. 3 Dalam konteks konsumsi Off-White, sangat terasa adanya konsumsi yang didasarkan pada pemahaman perspektif consuming dreams, image, and pleasure. Disini kita dapat melihat bahwa pembelian Off-White itu sendiri terdapat pada berbagai kelas sosial, baik kelas sosial menengah keatas maupun menengah kebawah. Konsumsi produk Off-White tersebut menunjukkan bahwa pihak kapitalis atau pihak perusahaan Off-White itu sendiri berhasil dalam mengkonstruksikan suatu makna pada setiap calon konsumen maupun konsumen yang telah berubah menjadi fanatik dalam perkembangan produk-produk yang dikeluarkan oleh Off-White. Dari perspektif “dunia impian”, kita dapat melihat bahwasannya produk Off-White itu sendiri dipasarkan dalam berbagai platform, dimulai dari tempat-tempat yang secara langsung dapat didatangi seperti halnya tempat berbelanja. Off-White sendiri telah menembus pasarnya di Indonesia, dimana toko Off-White dapat ditemukan di Plaza Indonesia di daerah Sudirman, Jakarta Selatan. Plaza Indonesia sendiri cenderung ditujukan pada orang-orang menengah keatas, dimana produk-produk yang dijual di tempat tersebut cenderung terdiri dari perusahaan-perusahaan atau “raksasa” produk busana, seperti halnya Zara, Gucci, Louis Vuitton dan juga Off-White. Secara tempat pun, Plaza Indonesia dan juga bilik usaha dari Off-White itu sendiri menunjukkan adanya peran sebagai “dunia impian” dari setiap konsumen yang ingin mengonsumsi barang-barang yang dihasilkan oleh brand transnasional seperti yang telah disebutkan. Meskipun begitu, berdasarkan pengalaman peneliti, ditemukan pula sekiranya pasar-pasar tradisional maupun “pasar malam” yang sekiranya menjual produk-produk Off-White, dimana berdasarkan pengalaman peneliti, terdapat banyak produk Off-White imitasi/tiruan yang sebenarnya produk orisinil-nya ditemukan di laman resmi serta e-commerce dan akun-akun media sosial yang menjual barang resmi/orisinil. Namun dalam konteks masyarakat informasi, “dunia impian” tidak hanya dibatasi pada tempat-tempat yang dapat didatangi secara fisik, melainkan juga lewat Internet dan juga media sosial. 4 Dalam segi la part maudite atau kelebihan energi, dapat dilihat bahwa Off-White memiliki “energi” produksi yang berlebihan, dan darisini mereka membuat produk secara terus menerus. Terus menerus disini tidak hanya semata-mata dikaitkan dengan pembuatan produk fisik, melainkan pembuatan produk yang bernuansa simbolis, yang dapat ditunjukkan dengan adanya iklan-iklan yang dibuat oleh pihak Off-White. Iklan-iklan tersebut diproduksi terus menerus sehingga masyarakat konsumer yang sekiranya melihat iklan tersebut akan terpengaruh. Iklan-iklan tersebut pada umumnya bernuansa penuh dengan hal-hal yang dianggap “keren”, “kekinian”, dan “anak muda”. Kelebihan energi tersebut tidak datang pula dari pihak Off-White saja, melainkan dari setiap pihak yang sekiranya menjual produk maupun imaji yang pada akhirnya memiliki pengaruh terhadap perluasan kapital dari produk Off-White itu sendiri. Penjual-penjual produk Off-White yang ditemukan di e-commerce dan juga akun-akun media sosial yang bertebaran di Internet juga memiliki andil dalam melanggengkan “kelebihan” tersebut, dimana mereka masing-masing menggunakan sumber daya mereka secara lebih untuk memperoleh keuntungan yang berlebih pula. Para konsumen yang sekiranya membeli produk Off-White yang menjual produk tersebut kembali juga memiliki peran dalam “kelebihan” tersbeut. Maka dari itu, konteks kelebihan harus dipahami secara menyeluruh, dan tidak hanya satu konteks saja, dimana setiap pihak, dari produsen hingga konsumen, harus dilihat secara riil. Dan dalam konteks masyarakat informasi, kelebihan tersebut menemui akselerasi yang lebih cepat lagi, dimana Internet secara luas dan media sosial menjadi katalisator “kelebihan”. Kelebihan tersebut beranjak pada image of consumption. Disini kita dapat melihat dengan jelas bahwa adanya upaya manipulasi dari kapitalis pada pihak Off-White untuk mengakumulasi kapital mereka. Mereka membangun citra dengan mengaitkan Off-White dengan sesuatu yang kekinian dan mahal, dimana daripadanya orang yang sekiranya menggunakan produk Off-White memperoleh prestige karena mengkonsumsi produk-produknya. Namun, pada image of consumption disebutkan bahwa ditujukan pada kelas sosial tertentu. Mungkin memang benar adanya bahwasannya pemberian citra tersebut pada awalnya berlaku pada orang-orang yang sekiranya membeli produk Off-White yang resmi. Namun apabila kita melihat lebih luas pada kenyataan, banyak orang yang membeli produk Off-White yang tidak orisinil atau imitasi, yang dapat ditemukan pada orang-orang yang sekiranya membeli produk Off-White yang terdapat di pasar-pasar tradisional yang dapat ditemukan di Indonesia dan juga beberapa akun-akun media sosial dan e-commerce yang menjual produk Off-White tiruan. Orang-orang dari kelas sosial menengah kebawah yang sekiranya membeli produk Off-White yang asli maupun yang tiruan, menunjukkan bahwa citra yang dimanipulasi 5 oleh kapitalis terasa sangat kuat. Meskipun memang mungkin dalam konteks ini sendiri, akan tetap ada distinction dimana kalangan pembeli produk Off-White yang asli tetap akan membatasi diri mereka dengan pembeli produk Off-White yang “palsu”, namun kita dapat melihat bahwa disini, logika mengenai pembentukan citra untuk kelas tertentu, dapat ditemukan dan disaat yang bersamaan, terlihat kabur. Dari penjabaran diatas, kita melihat bahwa consuming dreams, image, and pleasure memberikan suatu pemahaman yang baru di dalam melihat konsumerisme. Perspektif tersebut memberikan bahwa setiap kelas sosial, dapat memiliki persepsi berbeda, dan persepsi yang sama dalam saat yang bersamaan, terutama apabila kita melihat konteks kelas sosial menengah kebawah yang memiliki keinginan untuk membeli produk yang sebenarnya pada awalmnya ditujukan untuk kelas sosial menengah keatas. Alasan terjadinya hal seperti itu dikarenakan kelas sosial menengah kebawah untuk merasakan prestige yang dirasakan oleh kelas sosial menengah keatas. Dan hal tersebut penyebabnya adalah, manipulasi kapitalisme, dimana tanda dijadikan suatu hal yang sangat penting, dan bahkan menjadi kebutuhan primer yang baru. Jadi, kapitalisme yang bermetamorfosis dalam konteks masayarakat konsumen dan masyarakat informasi, menuntun pada metamorfosis kebutuhan mendasar manusia, dimana simbol menjadi hal yang primer. Sumber Referensi Bourdieu, P., 1996. The Aristocracy of Culture. In Distinction A Social Critique of the Judgment of Taste . University Press. Featherstone, M., 2007. Consumer Culture and Postmodernism. Publication. Akun-akun media sosial Off-White off___white Akun-akun media e-commerce ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. - Bagi sebagian orang saat melihat atau mendengar produk Apple mungkin bakal langsung menganggapnya sebagai salah satu barang dengan harga yang sangat mahal. Anggapan tersebut barangkali tak hanya dilayangkan pada ponsel Apple iPhone tapi juga di produk lainnya, seperti produk dekstop yang dikenal dengan Mac, jam tangan pintar Apple Watch, tablet iPad, serta earphone nirkabel soal produk Apple mahal tampaknya begitu melekat kuat. Bahkan tak menutup kemungkinan, produk Apple diasosiasikan juga dengan status sosial seseorang dalam keleompok masyarakat. Baca juga 5 Produk Apple Termahal yang Pernah Dirilis Seseorang yang memiliki produk Apple, seperti iPhone atau iPad, bisa dianggap sebagai orang kaya atau yang punya pendapatan lebih besar dari kebanyakan orang lainnya, sebagaimana dihimpun KompasTekno pada tahun 2018 dari hasil penelitian Universitas Apple mahal sebenarnya tidak hanya ada di persepsi masyarakat. Produk Apple mahal itu juga bisa dilihat dari perbandingan harga dengan produk serupa dari merek lain, seperti produk iPhone terbaru bakal punya harga lebih mahal dibanding ponsel dari merek lain. Misalnya, ponsel keluaran terbaru dari Samsung, yakni Galaxy S22 Ultra sebagai model tertinggi dengan varian memori internal 512 GB, di Indonesia dijual dengan harga Rp21 juta. Sementara itu, model tertinggi ponsel terbaru Apple iPhone 13 Pro Max dengan varian memori internal 512 GB, di Indonesia dijual seharga Rp27 juta. Dari perbandingan harga tersebut, menunjukkan bahwa harga sebuah produk Apple relatif lebih mahal dibanding merek lainnya. Padahal jika dilihat sekilas fungsi iPhone sebagai produk ponsel Apple, mungkin bakal tidak jauh beda dengan ponsel merek lainnya. iPhone punya fungsi utama sebagai alat komunikasi, begitu pula produk ponsel pada merek lainnya. Sama-sama punya fungsi yang sama, lantas kenapa produk Apple sangat mahal? Simak rangkuman Kompastekno terkait alasan mengapa produk Apple mahal, sebagai berikut 1. Biaya riset dan pengembangan yang tidak murah Di balik produk Apple yang mahal, terdapat juga biaya riset dan pengembangan yang tidak murah. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest Linkedin Copiar Link Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images O clima estĂĄ agradĂĄvel para um dia de fim de fevereiro em Chicago, e Virgil Abloh dirige seu Bentley preto, me acompanhando no que espero ser um tour pelos lugares favoritos de sua cidade Ă© parte essencial dos conselheiros prĂłximos de Kanye West hĂĄ cerca de 14 anos - desde que fizeram um estĂĄgio juntos na Fendi em 2003 -, mas atualmente seu foco estĂĄ na uma ousada mistura hi-lo e indefectĂ­veis listras pretas e brancas diagonais, a grife veste de Kendall Jenner e BeyoncĂ© Ă  turma que frequenta boates de Nova York Ă  NigĂ©ria. Looks do inverno 2017/18 da Off-White, desfilado em Paris em março passado. Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images Abloh lançou a Off-White em 2013 e rapidamente chamou atenção na moda em 2015, foi o Ășnico americano a se tornar finalista do prestigioso LVMH Prize, para jovens estilistas. En route, ajudou o streetwear a bombardear o setor de luxo para ocupar uma posição de destaque dentro Off-White Ă© vendida em butiques como Barneys New York e Colette, sem falar das lojas/pontos de encontro que Abloh projetou em TĂłquio, Hong Kong e outras cidades. O primeiro endereço nos Estados Unidos abriu no SoHo, em Nova York, no dia com festa de inauguração em setembro, durante a semana de moda da cidade. Looks do inverno 2017/18 da Off-White, desfilado em Paris em março passado. Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images Filho de imigrantes de Gana criado em Rockford, subĂșrbio de classe mĂ©dia de Chicago, Abloh cursou engenharia civil na University of Wisconsin. No Ășltimo semestre da faculdade, se inscreveu nas aulas de histĂłria da moda, e a descoberta da Renascença, de Caravaggio - e a noção de que a inovação era possĂ­vel dentro de uma disciplina criativa -, "me virou a cabeça". Assim como sua imersĂŁo na obra de Mies van der Rohe e Rem Koolhaas no Illinois Institute of Technology, onde obteve o diploma de perspicaz da cultura jovem, Abloh, por ser "criativamente esquizofrĂȘnico", como ele prĂłprio se descreve, fez incursĂ”es em tantos campos que Ă© difĂ­cil acompanhar atua como DJ em festas em todo o mundo sob o apelido Flat White e, apenas em 2016, fez colaboraçÔes para as marcas Moncler, Levi’s e apresentou sua primeira linha de mĂłveis na Design Miami durante a Art Basel Miami e planeja publicar livros sob seu prĂłprio selo. EstĂŁo por vir parcerias com a Nike que ganharĂĄ as lojas ainda este ano e um grande varejista de mobiliĂĄrio ainda sem nome; hĂĄ atĂ© um hotel na Ásia e mandamento. O diretor criativo Virgil Abloh Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images Seu pĂșblico-alvo Ă© a geração de jovens pĂłs-Tumblr, criada no YouTube e nas mĂ­dias sociais e que tem na ponta da lĂ­ngua grifes pouco conhecidas e que quer usar a Off-White - ou começar sua prĂłpria marca. "Estou sempre tentando provar para minha persona de 17 anos ele tem 36 que consigo fazer coisas criativas que pareciam impossĂ­veis", sĂ©rie de livros em que estĂĄ trabalhando tem modelos usando suas roupas em marcos da arquitetura, como o PavilhĂŁo de Barcelona de Mies van der Rohe. "A ideia Ă© ensinar meu pĂșblico sobre arquitetura por meio de construçÔes que inspiraram meu modo de pensar. Quero colocar a cultura em um caminho para que se torne mais inclusiva."Ele aponta pessoas prĂłximas que nĂŁo sĂŁo estilistas, mas estĂŁo impactando a mĂșsica, a arte e a moda o rapper A$AP Rocky, o diretor criativo A$ AP Bari, o artista underground Jim Joe, o modelo teen Luka Sabbat e o stylist Ian Connor. "Essa garotada nĂŁo percebe o poder que tem. Eles poderiam se tornar mais relevantes do que marcas de moda." Looks do inverno 2017/18 da Off-White, desfilado em Paris em março passado. Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images Abloh lançou sua primeira grife, Pyrex Vision, em 2012. Estampou em camisas de flanela da Rugby Ralph Lauren, que havia comprado com desconto do estoque remanescente, a palavra PYREX e as vendeu por US$ 550 2014, o estilista desfila em Paris. Ele nĂŁo faz segredo do seu desejo de estar Ă  frente de uma maison de luxo lendĂĄria. Em Demna Gvasalia, o estilista responsĂĄvel pela Vetements e pela Balenciaga, Abloh enxerga um espĂ­rito semelhante."Nenhum de nĂłs aceita uma certa falsidade que Ă© o status quo no mundo da moda", diz Abloh, que veste jaqueta jeans preta Balenciaga, camiseta 032c, calças Supreme e tĂȘnis Adidas NMD. Quem usa Pernille Teisbaek, Kendall Jenner e Bella Hadid Foto Fabien Montique, BFA/shutter Stock, Imaxtree, Yulya Shadrinsky e Getty Images A primeira musa de Abloh Ă© sua mulher, Shannon, que conheceu no colegial e com quem se casou em 2009. Eles vivem no bairro de Lincoln Park, em Chicago, com Lowe, de 4 anos, e Grey, de 1, mas Abloh admite que raramente fica na cidade por muito voa mais de 350 mil milhas por ano - e na classe econĂŽmica quando Ă© ele quem paga. Sua casa, diz, ainda nĂŁo estĂĄ totalmente pronta e Ă© mobiliada com uma mistura de peças de Pierre Jeanneret e Rick quando sugiro passar lĂĄ, ele hesita "NĂŁo quero ser um designer-celebridade. Quero manter minha vida pessoal fora disso".Curte o conteĂșdo da Vogue? Tem mais de onde ele veio baixe o app da Globo Mais para ver reportagens exclusivas e ficar por dentro de todas as publicaçÔes da Editora Globo. VocĂȘ tambĂ©m pode assinar a revista, por R$ 6,90, e baixar no app da Vogue.

kenapa off white mahal